Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk atau Allo Bank Indra Utoyo ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Korupsi

Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk atau Allo Bank Indra Utoyo

Jakarta | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di bank pemerintah pada tahun 2020–2024. Salah satu tersangkanya adalah Direktur Utama PT Allo Bank Indonesia Tbk atau Allo Bank Indra Utoyo (IU).

KPK juga menyita uang sejumlah Rp10 miliar dari rekening pihak terkait dalam kasus tersebut.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu mengungkapkan Indra Utoyo ditetapkan sebagai tersangka kasus tersebut saat menjadi direksi di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero).

“IU sebagai Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI,” ujar Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu.

Asep menjelaskan bahwa salah satu peran Indra Utoyo adalah mengarahkan pengadaan mesin EDC untuk beralih dari konvensional menjadi Android atau digital di internal BRI.

Kemudian, melakukan pertemuan dengan tersangka lain agar BRI menjadikan mereka sebagai vendor dalam pengadaan mesin EDC.

Dengan demikian, tindakan dia bersama tersangka lain dinilai merugikan keuangan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup untuk menunjukkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang diperoleh KPK.

Selain Dirut Bank Allo Indra Utoyo, KPK juga menetapkan empat tersangka yakni mantan Wadirut PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) Catur Budi Harto (CBH), SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI Dedi Sunardi (DS), Dirut PT Pasifik Cipta Solusi atau PCS Elvizar (EL), dan Dirut PT Bringin Inti Teknologi atau BIT Rudy S. Kartadidjaja (RSK).

“CBH sebagai Wakil Direktur Utama BRI, IU sebagai Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI, DS sebagai SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI, bersama-sama dengan EL dari PT PCS, dan RSK dari PT BIT,” ujar Asep Guntur Rahayu menjelaskan identitas dan posisi tersangka saat perkara berjalan.

Sebelumnya, KPK telah menggeledah dua lokasi untuk mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC tersebut pada 26 Juni 2025. Dua lokasi tersebut adalah Kantor BRI Pusat di Jalan Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta.

Pada tanggal yang sama, KPK lantas mengumumkan memulai penyidikan baru, yakni mengenai kasus pengadaan mesin EDC tersebut.

Sementara pada 30 Juni 2025, KPK mengumumkan nilai proyek pengadaan mesin EDC tersebut sebesar Rp2,1 triliun, dan mencegah sejumlah 13 orang untuk bepergian ke luar negeri.

Menurut Asep, penetapan tersangka dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup untuk menunjukkan adanya dugaan tindak pidana korupsi oleh lima orang tersebut.

‘Yang memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp744.540.374.314,00,” ujarnya.

Para tersangka dikenakan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

KPK sita Rp10 miliar dari rekening pihak terkait kasus mesin EDC bank
KPK juga menyita uang sejumlah Rp10 miliar dari rekening pihak terkait dalam kasus ini. “Pada Senin dan Selasa kemarin (7-8 Juli 2025, red.), penyidik juga menyita uang sejumlah Rp10 miliar di rekening para pihak tersebut,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, sebagaimana dilansir dari Antara, Rabu.

Budi menjelaskan bahwa penyitaan tersebut merupakan langkah awal dari pemulihan kerugian keuangan negara.

Sementara itu, dia kembali mengonfirmasi bahwa penyidik KPK pada pekan ini telah memanggil saksi untuk penyidikan kasus tersebut.

“Pemeriksaan kepada para saksi itu untuk didalami keterangannya guna membantu penyidik dalam melacak pihak-pihak yang diduga berperan dan menerima aliran uang dari dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan mesin EDC di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero),” jelasnya.

Kerugian Negara Rp 700 Miliar
Untuk sementara, KPK mengatakan kerugian keuangan negara terkait kasus tersebut mencapai Rp700 miliar atau 30 persen dari nilai proyek pengadaan yang sebesar Rp2,1 triliun. KPK menyampaikan pernyataan tersebut pada 1 Juli 2025. (Jose)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ojo Copast Cok !!